Macam-Macam Pungtuasi / Tanda Baca Dalam Bahasa Indonesia
Pungtuasi yang lazim digunakan dewasa ini didasarkan atas nada dan lagu (suprasegmental), dan sebagian didasarkan atas relasi gramatikal, frase, dan inter relasi antar bagian kalimat (hubungan sintaksis). Tanda-tanda tersebut adalah:
TITIK
Titik atau perhentian akhir biasanya dilambangkan dengan (.). Tanda ini lazimnya dipakai untuk:

1.Menyatakan akhir dari sebuah tutur atau kalimat.
Contoh:
Bapak sudah pergi ke kantor.

Tidak ada yang perlu ditakuti.
Ada kalangan yang menganggap cara dramatik itu sebagai cara yang terbaik.
Karena kalimat tanya dan kalimat perintah atau seru mengandung pula pengertian perhentian akhir, yaitu berakhirnya tutur, maka tanda tannya dan tanda seru yang digunakan dalam kalimat-kalimat tersebut selalu mengandung sebuah tanda titik.
Contoh:
Kamu sudah mendengar berita itu?
Apa yang diinginkan?
Pergilah dari sini!
Aduh, sialnya nasibku!
2.Tanda titik dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan singkatan kata atau ungkapan yang sudah lazim. Pada singkatan kata yang sudah terdiri dari tiga huruf atau lebih yang dipakai satu titik.
Contoh:
a.n. (atas nama)
Dr. (Dokter)
d.a. (dengan alamat)
Ir. (Insinyur)
u.b (untuk beliau)
Kol. (Kolonel)
dkk. (dan kawan-kawan)
M.Sc. (Master of Science)
dll. (dan lain-lain)
S.H. (Sarjana Hukum)
dst. (dan seterusnya)
Drs.(Doktorandus)
tsb. (tersebut)
M.A.(Master of arts)
Yth. (yang terhormat)
Semua singkata kata yang menggunakan inisial atau akronim tidak menggunakan titik : DPR, MPR, ABRI, Hankam, Kopkamtib, ampera, Lemhanas, dsb.
3.Tanda titik digunakan untuk memisahkan angka ribuan, jutaan, dan seterusnya yang menunjukkan jumlah; juga dipakai untuk memisahkan angka jam, menit dan titik .
Contoh:
1.000
123.000
154.375.000
pukul 5.45.42 (pukul lima 45 menit 42 detik)
KOMA
Koma atau perhentian antara yang menunjukkan suara menarik ditengah-tengah tutur, biasanya dilambangkan dengan tanda (,). Disamping untuk menyatakan perhentian antara (dalam kalimat), koma juga dipakai untuk beberapa tujuan tertentu.
Dalam hal-hal berikut dapat digunakan tanda koma :
1. Untuk memisahkan bagian-bagian kalimat, antara kalimat setara yang menyatakan pertentangan, antara anak kalimat dan induk kalimat, dan antara anak kalimat dan anak kalimat.
Contoh:
Ia sudah berusaha sekuat tenaga, tetapi maksudnya tidak tercapai. Mereka bukan mengerjakan apa yang diperintahkan, melainkan bermalas-malasan. Nenek mengatakan dengan bangga, bahwa mereka adalah keturunan petani yang kuat-kuat, yang pantang mengalah dengan raksasa alam, dan tidak lupa beliau bercerita tentang tanggul sungai yang arsiteknya beliau rencanakan sendiri.
Dari uraian diatas dapatlah disimpulkan bahwa dalam usaha penyempurnaan ejaan bahasa Indonesia, lebih dahulu harus ditentukan secara deskriptif tata fonem bahasa Indonesia sebelum dilakukan pemilihan huruf bagi fonem-fonemnya.
2.Koma digunakan untuk menandai suatu bentuk parentetis (keterangan-keterangan tambahan yang biasanya ditempatkan juga dalam kurung) dan unsur-unsur yang tak restriktif :
Contoh:
Pertama, tulislah nama saudara diatas kertas itu. Kedatangannya, seperti yang diinginkan dari dulu, tidak disambut dengan upacara besar-besaran.
3.Tanda koma digunaka untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat apabila anak kalimat mendahului induk kalimatnya, atau untuk memisahkan induk kalimat dengan sebuah bagian pengantar yang terletak sebelum induk kalimat.
Contoh:
Bila hujan behenti, ia akan mulai menanami sawahnya. Karena marah, ia meninggalkan kami.
Sebagai pembuka acara ini, kami persilahkan hadirin berdiri untuk menyanyikan lagukebangsaan.
4.Koma digunakan untuk menceraikan kata yang disebut berturut-turut :
Contoh:
Ia membeli seekor ayam, dua ekor kambing, dan lima puluh kilo gula sebagai oleh-oleh untuk orang tuanya.
Realita kehidupan penuh kaidah, aturan-aturan, ukuran-ukuran, dan hukum-hukum yang memberikan arti pada keselarasan hidup itu sendiri.
5.Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan transisi yang terdapat pada awal kalimat, misalnya : jadi, oleh karena itu, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi, disamping itu, dlsb.
Contoh:
Biarpun demikian, pelajar-pelajar yang berkualitas baik tidak sepenuhnya tertampung dalam universitas-universitas. Oleh karena itu, sudah tibalah waktunya bagi kita untuk menata kembali kehidupan di kampus ini.
6.Koma selalu digunakan untuk menghindari salah baca atau keragu-raguan.
Contoh:
Meragukan : Diluar rumah kelihatan suram.
J e l a s : diluar, rumah kelihatan suram.
J e l a s : diluar rumah, kelihatan suram.
7.Koma dipakai untuk menandakan seseorang yang diajak bicara.
Contoh:
Saya mendoakan, Yanto, agar engkau selalu berhasil dalam usahamu. Saya setuju, saudara.
8.Koma dipakai juga untuk memisahkan aposisi dari kata yang diterangkan.
Contoh:
Jendral Sudirman, Pemimpin Tertinggi Tentara Indonesia, dengan sekuat tenaga berusaha untuk menyelamatkan rakyat Indonesia. Orang tuanya, Pak Amin, telah meninggal dunia tadi malam.
9.Koma dipakai untuk memisahkan kata-kata afektif seperti o, ya, wah, aduh, kasihan, dari bagian kalimat lainnya.
Contoh:
Aduh, betapa sedihnya nasibnya.
Wah, sungguh hebat hasil yang mereka capai.
O begitu, kami baru mengerti sekarang.
10.Tanda koma dipakai untuk memisahkan sebuah ucapan langsung dari bagian kalimat lainnya.
Contoh:
Kata ayah, “Saya akan mengurus sendiri persoalan ini”.
11.Koma digunakan juga untuk beberapa maksud berikut:
a. Memisahkan nama dan alamat, bagian-bagian alamat, tempat dan tinggal.
b. Menceraikan bagian nama yang dibalikkan (untuk referensi, misalnya).
c. Memisahkan nama keluarga dari gelar akademik.
d. Untuk menyatakan angka desimal.
Contoh :
Bila anda ingin menyurati saya, harap dialamatkan ke : Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Jln. Dasksinapati , Rawamangun, Jakarta.
Mulyana, Slamet ( namanya sebetulnya Slamet Mulyono )
A.k.Pardede,as.as.,M..A.
Tanah ini panjangnya 25,50m

Menurut Soerjono Soekanto, Pengertian konflik sosial adalah suatu proses social dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan Menurut teori konflik, masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan yang di tandai oleh pertentangan yang terus menerus diantara unsure-unsurnya. Teori konflik melihat bahwa setiap elemen memberikan sumbangan terhdapa disintegrasi sosial. Teori konflik melihat bahwa keteraturan yang terdapat dalam masyarakat itu hanyalah disebabkan karena adanya tekanan atau pemaksaan kekuasaan dari atas golongan yang berkuasa. Konflik sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Ketika orang memperebutkan sebuah area, mereka tidak hanya memperebutkan sebidang tanah saja, namun juga sumber daya alam seperti air dan hutan yang terkandung di dalamnya. Upreti (2006) menjelaskan bahwa pada umunya orang berkompetisi untuk memperebutkan sumber daya alam karena empat alasan utama. Pertama, karena sumber daya alam merupakan “interconnected space” yang memungkinkan perilaku seseorang mampu mempengaruhi perilaku orang lain. Sumber daya alam juga memiliki aspek “social space” yang menghasilkan hubungan-hubungan tertentu diantara para pelaku. Selain itu sumber daya alam bisa menjadi langka atau hilang sama sekali terkait dengan perubahan lingkungan, permintaan pasar dan distribusi yang tidak merata. Yang terakhir, sumber daya alam pada derajat tertentu juga menjadi sebagai simbol bagi orang atau kelompok tertentu. Konflik merupakan kenyataan hidup, tidak terhindarkan dan sering bersifat kreatif. Konflik terjadi ketika tujuan masyarakat tidak sejalan, berbagai perbedaan pendapat dan konflik biasanya bisa diselesaikan tanpa kekerasaan, dan sering menghasilkan situasi yang lebih baik bagi sebagian besar atau semua pihak yang terlibat (Fisher, 2001). Dalam setiap kelompok social selalu ada benih-benih pertentangan antara individudan individu, kelompok dan kelompok, individu atau kelompok dengan pemerintah. Pertentangan ini biasanya berbentuk non fisik. Tetapi dapat berkembang menjadi benturan fisik, kekerasaan dan tidak berbentuk kekerasaan. Konflik berasal dari kata kerja Latin, yaitu configure yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya. Dalam teori hubungan masyarakat, Fisher menyebutkan bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, serta tidak adanya saling percaya dalam masyarakat yang melahirkan permusuhan diantara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat. selain itu, penyebab konflik dalam masyarakat juga dapat disebabkan oleh kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. Dalam teori kebutuhan manusia, Fisher mengatakan bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik), mental dan social yang tidak terpenuhi atau dihargai. Hoult (1969) sebagaiman di kutip Wiradi (2000) menyebut konflik sebagai situasi proes interaksi antara dua (atau lebih) orang atau kelompok yang masing-masing memperjuangkan kepentingannya atas obyek yang sama, yaitu tanah dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah, seperti air dan perairan, tanaman, tambang , dan juga udara yang berada di atas tanah yang bersangkutan. Konflik yang terjadi dapat berupa konflik vertical, yaitu antar pemerintah , masyarakat dan swasta, antar pemerintah pusat, pemerintah kota dan desa, serta konflik horizontal yaitu konflik antar masyarakat. Menurut teori konflik, unsur-unsur yang terdapat di dalam masyarakat cenderung bersifat dinamis atau sering kali mengalami perubahan. Setiap elemen-elemen yang terdapat pada masyarakat dianggap mempunyai potensi terhadap disintegrasi sosial. Menurut teori ini keteraturan yang terdapat dalam masyarakat hanyalah karena ada tekanan atau pemaksaan kekuasaan dari golongan yang berkuasa. Adanya perbedaan peran dan status di dalam masyarakat menyebabkan adanya golongan penguasa dan yang dikuasi. Distribusi kekuasaan dan wewenang yang tidak merata menjadi faktor terjadinya konflik sosial secara sistematis (Ritzer, 2002). Dahrendrof membedakan golongan yang terlibat konflik atas tiga tipe kelompok, yaitu kelompok semu (Quasi Group) atau sejumlah pemegang posisi dengan kepentingan yang sama atau merupakan kumpulan dari para pemegang kekuasaan atau jabatan dengan kepentingan yang terbentuk karena munculnya kelompok kepentingan . kelompok yang kedua adalah kelompok kepentingan. Kelompok kepentingan terbentuk dari kelompok semu yang lebih luas, mempunyai struktur, organisasi program, tujuan, serta anggota yang jelas. Kelompok kepentingan ini lah yang menjadi sumber nyata timbulnya konflik (Dahrendrof, 1959). Dari berbagai jenis kelompok kepentingan inilah muncul kelompok konflik atau kelompok yang terlibat dalam konflik kelompok aktual. Konflik yang terjadi menyebabkan perubahan –perubahan dalam masyarakat. segera setelah kelompok konflik muncul, kelompok tersebut akan melakukan tindakan yang menyebabkan perubahan-perubahan dalam struktur sosial. Bila konflik itu hebat, perubahan yang terjadi adalah perubahan yang radikal, bila konflik itu disertai dengan tindakan kekerasan, akan terjadi perubahan struktur secara tiba-tiba (Ritzer, 2002). Secara akademis, konflik tidak harus berarti kekerasan. Konflik juga bisa berupa kompetisi untuk perebutan sumber daya alam yang yang ketersediaanya terbatas (Pratikono, dkk,2004). Konflik muncul ketika individu saling berhadapan dan bertentangan denganm kepentingan, tujuandan nilai yang di pegang oleh masing-masing individu. Demikian juga halnya pada masyarakat Karo, mula konflik terjadi karena adanya perebutan tanah di antara dua pihak yang masih merupakan satu bagian keluarga besar. Mereka berkompetisi memperebutkan tanah warisan dan masing-masing mereka mempertahankan tanah tersebut. Secara teoritis, konflik yang terjadi dalam masyarakat dapat dibedakan kedalam dua bentuk, yaitu konflik sosial vertikal dan horizontal. Konflik sosial vertikal adalah konflik yang terjadi antara masyarakat dan Negara dan dapat dikatakan konflik laten, sebab benih-benih konflik sudah ada dan telah terpendam pada masa sebelumnya. Konflik sosial horizontal, disebabkan karena konflik antar etnis, suku, golongan, agama, atau antar kelompok masyarakat yang dilatar belakangi oleh kecemburuan sosial yang memang sudah terbentuk dan eksis sejak masa kolonial. Pola konflik dibagi kedalam tiga bentuk; pertama, konflik laten sifatnya tersembunyi dan perlu diangkat ke permukaan sehingga dapat ditangani secara efektif. Kedua, konflik terbuka adalah konflik yang berakar dalam dan sangat nyata, dan memerlukan berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai macam efeknya. Dan yang ketiga adalah, konflik di permukaan memiliki akar yang dangkal atau tidak berakar dan muncul hanya karena kesalahpahaman mengenai sesuatu yang dapat diatasi dengan menggunakan komunikasi (Fisher,2001). Untuk menyelesaikan konflik yang terjadi dalam masyarakat, tentu kita harus mengetahui apa yang menjadi penyebab suatu konfik itu dapat terjadi. Dalam pandangan sosiologis, masyarakat itu selalu dalam perubahan dan setiap elemen dalam masyarakat selalu memberikan sumbangan bagi terjadinya konflik. Collins mengatakan bahwa konflik berakar pada masalah individual karena akar teoritisnya lebih pada fenomenologis. Menurut Collins, konflik sebagai fokus berdasarkan landasan yang realistik dan konflik adalah proses sentral dalam kehidupan sosial. Salah satu penyebab terjadinya konflik adalah karena ketidakseimbangan antara hubungan-hubungan manusia ,seperti aspek sosial, ekonomi, dan kekuasaan. Konflik dapat juga terjadi karena adanya mobilisasi social yang memupuk keinginan yang sama. Menurut perspektif sosiologi (Soekanto, 2002), konflik di dalam masyarakat terjadi karena pribadi maupun kelompok menyadari adanya perbedaan-perbedaan badaniah, emosi, unsure-unsur kebudayaan, pola perilaku dengan pihak lain. Konflik atau pertentangan adalah suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan/ atau kekerasan.